Home cerpen Dia Pahlawanku

Dia Pahlawanku

1,152
0
SHARE
Dia Pahlawanku

Keterangan Gambar : Ilustrasi wajah seorang anak. sumber foto: www.penuliscilik.com

"NON, bangun, Non,"

 

"Hoamm.... Memangnya sekarang jam berapa, Bi?" Tanyaku pada wanita paruh baya yang merupakan pembantu di rumahku.

 

"Emm.. Sudah jam 7 kurang 15 menit, Non,"

 

"Ahh... Masih juga jam.. APA?!! JAM 7 KURANG 15??!!! Kenapa tidak dibangunkan dari tadi sih, Bi? Kan jadi terlambat," kataku sambil menyambar handuk dan bergegas ke kamar mandi. Pembantuku yang biasa kupanggil Bi Nonik hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkahku.

 

Namaku adalah Rosalinda Violet. Teman-temanku biasa memanggilku Rosa dan Violet atau Vio untuk keluargaku. Aku adalah anak semata wayang, oleh karena itu kedua orang tuaku sangat memanjakanku.

 

Usiaku 17 tahun dan sekarang aku duduk di kelas XI SMA Permata, SMA yang cukup terkenal di kotaku. Di rumah, biasanya aku hanya ditemani oelh Bi Nonik dan supir keluarga sekaligus pekerja yang membantu Bi Nonik, yaitu Pak Irman. Itu semua karena kesibukan kedua orang tuaku sehingga mereka jarang berada di rumah.

 

Kembali lagi ke kegiatanku pagi itu. Setelah berpakaian, aku menyambar tas dan segera berlari menuruni tangga menuju pintu. Tapi sebelum sampai pintu, aku menepuk dahi.

 

"Biii!!! Pak Irman mana?!!" Teriakku pada Bi Nonik.

 

"Lho, Pak Irman teh, bukannya lagi cuti ya, Non?" Jawab Bi Nonik.

 

"Astagaa!! Kok aku bisa lupa. Arghh.." Jawabku dengan nada kesal.

 

Akhirnya aku memutuskan memesan ojek online. Aku melihat jam yang ada di ruang tengah sudah menunjukkan jam 7.10. Sial, sudah terlambat. Mengetahui itu, aku langsung membatalkan pesanan ojek online dan segera pergi ke dapur untuk sarapan.

 

"Lho, Non, gk jd ke sekolah?" Tanya Bi Nonik.

 

"Gak ah, Bi, Malas saya. Lagian sampai di sekolah pun pasti sudah terlambat. Absen sehari pun tidak akan membunuhku, asal Mama dan Papa tidak tahu. Jadi, jangan beritahu ya, Bi," kataku sambil berjalan menuju dapur.

 

"Ada-ada saja tingkah anak muda jaman sekarang," kata Bi Nonik pelan.

 

Setelah selesai sarapan, aku pergi ke kamar dan mengambil hp untuk mengabari teman sekelasku bahwa hari ini aku tidak masuk.

 

"Huhh, dasar Pak Irman, kok cuti hari ini sih. Buat susah aja, saeharusnya kan hari ini aku pergi ke mall dengan Cloe dan Devitha," gerutuku sambil meremas boneka beruangku.

 

Tiba-tiba hpku berdering tanda ada panggilan masuk. Aku melihat hpku. Ternyata Mama menelponku.

 

"Halo, Violet sayang. Bi Nonik bilang kamu gak sekolah karena terlambat sekolah," kata Mama memulai obrolan.

 

"Iya, Ma. Pak Irman sih, pake cuti-cuti segala. Seharusnya tadi Vio bisa datang ke sekolah walaupun terlambat sedikit. Mau pesan ojek online pun pasti nunggunya lama. Trus.."

 

"Sudah dulu ya, sayang. Mama mau kerja dulu. Sekali gak masuk sekolah gak jadi masalah kan. Baik-baik di rumah ya sayang. Love you," dan pembicaraan pun berakhir.

 

"Huhh... Mama selalu begitu. Baru saja mau cerita selalu dipotong dengan alasan mau kerja. Kalau ngomong di rumah pasti juga gak bisa. Ada-ada aja alasannya. Lama-lama aku malas tinggal di sini," Keluhku sambil merebahkan badanku di kasur dan akhirnya aku tertidur.

 

Aku terbangun saat jam sudah menunjukkan pukul 2 siang. Perutku lapat tapi malas makan di rumah. Akhirnya aku memutuskan menelpon Cloe. Siapa tahu dia bisa diajak makan keluar.

 

"Halo, Ros. Ada apa? Kok tadi gak sekolah?" tanya Cloe begitu dia menjawab telponku.

 

"Umm... Gapapa sih. Makan keluar yuk. Malas di rumah, bosan," jawabku.

 

"Gimana yaa...,Aku bayarin deh," bujukku.

 

"Oke deh. Kamu datang aja ke rumahku, Cleo saut,”

 

"Gak bisa. Pak Irman lagi gak di rumah, lagi cuti. Makanya tadi aku gak sekolah," jelasku pada Cleo.

 

"Okelah, nanti aku aja Devitha kalau dia mau,"

"Sipp.. Di tempat biasa ya," kataku girang.

 

"Siap bos," jawab Cleo.

 

Setelah memutus panggilan, aku segera bersiap-siap. 15 menit kemudian, aku berjalan keluar dari kamar sambil memainkan hpku untuk memesan ojek online. 10 menit kemudian, ojek pun datang dan segera pergi ke tempat tujuan.

 

Sesampainya di cafe yg sudah di sepakati, aku memberikan sejumlah uang pada supir ojek dan segera masuk ke dalam cafe. Di dalam aku melihat Cloe dan Devitha sudah duduk di salah satu meja yang tepat terletak di sudut kafe.

 

"Hai, Cloe. Hai Dev," sapaku ceria.

 

"Hai, Ros," jawab mereka bersamaan.

 

Aku segera duduk di sebelah Devitha kemudian memanggil pelayan cafe untuk memesan makanan dan minuman.

 

"Ros, kok tadi gak sekolah? Doi nyariin lho," kata Devitha.

 

"Tadi aku terlambat bangun, trus pas udah tinggal berangkat, aku baru ingat Pak Irman lagi cuti. Emang si Pak Irman, cuti pada saat yang kurang tepat," ceritaku pada Cloe dan Devitha.

 

"Udahlah, toh kamu juga yang salah. Siapa suruh kamu terlambat bangun," Jawab Cloe.

 

"Lah, kok kalian jadi nyalahkan aku. Kan bener, Pak Irman yang salah. Seandainya Pak Irman gak cuti, aku pasti udah sempat datang ke sekolah walau terlambat sedikit, ya setidaknya hanya telat apel pagi aja," kataku dengan sedikit membentak.

 

"Huhh! Sudahlah. Aku pikir kalian bisa menyenangkan perasaanku, ternyata nggak. Aku pergi aja deh," dengusku sambil mengambil dompetku dan mengeluarkan sejumlah uangpergi keluar dari kafe.

 

"Ehh, Dev, si Rosa kenapa ya? Kan bener yang kita bilang tadi kalau dia yang salah," tanya Cleo pada Devitha.

 

"Tahu tuh anak. Salah makan kayaknya dia," jawab Devitha.

 

Mereka akhirnya memutuskan melanjutkan makan mereka.

 

Aku mendengus setelah meninggalkan mereka berdua.

"Huhh! Apasih mereka tadi. Jelas-jelas aku gak salah kok, kenapa jadi aku yang disalahkan," kataku pada diri sendiri dengan nada kesal.

 

Aku berkata-kata pada diriku sambil mulai menyebrang jalan. Namun, saking kesalnya, aku tidak melihat ada sepeda motor yang melaju kencang ke arahku. Tepat sebelum sepeda motor itu sampai ke tempatku berdiri, aku merasakan ada yg mendorongku, hingga.... BUGGG.... BRUAAKKK.....

 

"Aduhhh.. Kepalaku sakit," rintihku sebelum banyak orang menghampiriku.

 

Tapi setelah orang-orang tersebut melihatku, mereka pergi menghampiri orang yang tadi mendorongku agar tidak tertabrak. Saatku kuhampiri, aku terkejut bahwa orang yang telah menyelamatkanku ada Pak Irman. Ya, orang yang bekerja sebagai supir keluarga sekaligus pekerja di rumahku. Dan dia jugalah yang seharian ini membuat diriku kesal. Namun, setelah melihat Pak Irman, rasa kesalku hilang begitu saja. Aku terdiam sebentar dan akhirnya menangis.
 

Sambil menangis, aku meminta bantuan agar diberikan tumpangan untuk ke rumah sakit. Akhirnya ada sebuah angkot kosong menepi. Orang-orang langsung membantu mengangkat Pak Irman ke angkot. Di angkot, aku menelpon Mama dan Papaku untuk memberitahu tentang Pak Irman.

 

Aku juga menelpon Bi Nonik agar segera datang ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, dokter langsung menangani Pak Irman. 20 menit kemudian, Bi Nonik datang, tapi kedua orang tuaku tidak datang-datang. Aku memutuskan untuk tidak menunggu Mama dan Papa lagi. Sekitar 2 jam kemudian, Pak Irman pun sadar. Begitu Pak Irman sadar, aku segera memeluk Pak Irman sambil menangis.

 

"Lho, Non. Ini ada apa? Kok Non Rosa nangis?" tanya Pak Irman pelan.

"Hiks... Maaf, Pak. Seharian ini, Rosa selalu nyalahin bapak hanya karena tadi pagi Rosa terlambat ke sekolah dan tidak jadi sekolah. Tapi, sekarang Rosa tau, Pak Irman itu sangat sayang sama Rosa," ucapku sambil menangis.

 

"Udah Non. Bapak kan emang sayang sama Non Rosa, makanya tadi bapak dorong Non Rosa biar gak ketabrak sama motor tadi," jawab Pak Irman.

 

"Hiks... Terima kasih ya, Pak, udah nyelamatin Rosa. Bapak benar-benar pahlawan bagi Rosa. Rosa juga sayang sama Bi Nonik. Makasih karena sudah jaga Rosa dari kecil hingga saat ini," setelah mengatakan itu, Bi Nonik ikut merangkulku dengan penuh kasih sayang.

 

Sejak saat itu, aku tidak pernah marah-marah lagi pada Pak Irman ataupun Bi Nonik. Karena aku tau, walaupun Pak Irman dan Bi Nonik hanya pekerja di rumahku, mereka menyayangiku layaknya anak mereka sendiri.

Penulis            : Mawar Simbolon
Redaktur         : Iviana